Selasa, 11 Oktober 2011

Renungan 9 Oktober 2011


MENGUPAYAKAN IDENTITAS HIDUP KELUARGA DENGAN GEMBIRA

Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. (Matius 22 : 8,9)

Bagaimanakah perasaan kita bila diundang acara resepsi pernikahan? Senang atau susah? Tentunya kita akan merasakan senang. Kita merasa dihargai dan dikaruhke. Satu-satunya alasan sedih menerima undangan resepsi adalah kita bingung untuk nyumbang. Tetapi itu pun tidak seharusnya terjadi. Karena maksud undangan resepsi adalah berbagi kebahagiaan, bukan menjadi beban supaya memberi sumbangan. Di sini yang terpenting kehadiran, bukan amplopan. Begitu bukan?!

Jadi bisa dibayangkan begitu kecewanya sang Raja dalam perumpamaan di atas. Ia adalah seorang raja yang mengadakan resepsi untuk anaknya. Ia telah memilih dan mengundang tamu khusus. Ia telah menyediakan jamuan yang istimewa. Tetapi justru undangan itu ditolak dan diabaikan!
Bukankah suatu kejanggalan? Ah, seandainya kita diundang perjamuan di istana, apakah perasaan kita? Pasti bangga! Kita merasa dikenal oleh sang penguasa (baca:raja). Kita akan menyambut persiapan supaya tidak tampil memalukan. Bahkan kita tidak sabar, menunggu waktu untuk hadir dan mengambil bagian dalam resepsi pernikahan.

Tetapi apa yang terjadi? Dalam perumpamaan dikisahkan para tamu justru memilih pergi ke ladang. Para undangan mengabaikan dengan sibuk mengurusi dagangan. Bahkan ada pula menyiksa dan membunuh para utusan. Sungguh keterlaluan! Sebenarnya Sang Raja belum habis kesabaran. Ia pun mengundang banyak orang yang ditemui di setiap persimpangan. Orang baik maupun jahat berdatangan memenuhi ruang perjamuan. Tetapi lagi-lagi dijumpai orang yang tidak melayakkan diri. Ia menyepelekan karena asal berpakaian. Sungguh keterlaluan!

Tetapi inilah teguran bagi kehidupan kita. Ketika urusan kita masing-masing menjadi begitu penting melampaui perjamuanTuhan (baca:keluarga). Ketika kita mengabaikan keluarga oleh karena kesibukan. Padahal Tuhan menjadikan keluarga untuk berbagi kebahagiaan, bukan untuk memberi beban. Lebih-lebih kita pun menyepelekan. Asal datang, tetapi tidak dengan persiapan. Tidak menguji dan melayakan diri. Ibarat hidup di sebuah rumah tetapi tidak mengambil peran apapun. Tidak peduli apalagi perhatian. Sesungguhnya kita pun telah melakukan tindakan yang tidak kalah keterlaluan.

Bersamaan pembukaan Bulan Keluarga, bacaan ini menggambarkan ‘perjamuan sebagai kehidupan rumah tangga’. Tuhanlah yang meneguhkan pernikahan kita. Tuhanlah yang memberkati perkawinan kita. Lalu adakah waktu untuk perjamuan keluarga? Atau lebih sibuk dengan urusan sendiri-sendiri dan tersita dengan kegiatan pribadi-pribadi? Hingga malah mengabaikan Tuhan yang membangun keluarga kita.

Ingatlah, Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; (Mazmur 127:1). Rumah tangga ibarat undangan perjamuan Tuhan. Kita disatukan olehNya untuk berkumpul dan berbagi kebahagian. Jangan diabaikan, jangan disepelekan dan jangan dijadikan beban. Sungguh suatu kehormatan bila Tuhan berkenan mengundang dan menjadi kepala perjamuan.

Tanpa Tuhan tidak ada rumah tangga bahagia. Selamat menghayati Bulan Keluarga 2011. Amin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar