TUHAN MEMIMPIN HIDUPKU
Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu
masuk ke dalam Kerajaan Allah.
(Matius 21:31)
Dua timba berjumpa di bibir sumur. Wajah timba pertama tampak murung.
“Ada apa?” tanya timba kedua.
“Saya merasa lelah sekali”,
ujarnya, “setiap kali perut saya penuh, saya selalu dibawa ke bawah dalam
keadaan perut kosong.’
“ah, sobat, jangan terlalu dipikirkan. Cobalah membalik sudut pandangmu.
Kamu dibawa ke sumur dengan perut kosong. Ketika kamu dibawa naik ke permukaan,
perutmu penuh kembali!’
Satu peristiwa tetapi dengan dua sudut pandang yang berbeda menghasilkan
pemahaman yang berbeda pula. Satu lebih pesimis sedangkan yang satu optimis.
Bagaimana dengan perkatan Tuhan Yesus di atas?
Bagi imam-imam kepala dan tua-tua
bangsa Yahudi,ucapan Yesus terdengar begitu menyakitkan. Bayangkan, selama ini
merekalah yang merasa hidup taat memenuhi hukum agama. Kok, tega-teganya Tuhan
Yesus mengatakan mereka ‘didahului’ oleh perempuan sundal dan pemungut cukai.
Jelas mereka merasa menang dan unggul dalam kesalehan. Merekalah yang merasa
paling berhak atas kerajaan Allah. Jadi, ucapan Yesus tidak adil. Bahkan seakan
kerajaan Allah begitu ‘rendah’. Sehingga menyingung dan membuat sakit hati!
Tetapi coba kita lihat dari sudut pandang yang berbeda. Bukankah ucapan
Yesus justru membuktikan kerajaan Allah begitu indah –bukan rendah-? Bayangkan,
bahwa kasih Allah begitu besar sehingga menjangkau orang yang paling hina
sekalipun. Pemungut cukai dan perempuan sundal pun dapat masuk kerajaan Allah!
Allah selalu membuka pintu, dan tidak memperhitungkan dosa di masa lalu.
Di sini jugalah perbedaannya. Ya, di sudut pandang! Ucapan Yesus terasa
menyakitkan justru bagi orang yang ‘cemburu’. Orang yang tidak mau disaingi dan
mau menang sendiri. Yang -sadar atau tidak- biasanya lambat laun merasa menjadi
paling suci. Orang seperti ini biasanya menganut hukum ‘saya benar’ maka ‘anda
pasti salah’.
Itulah sebabnya mereka menolak Yesus. Mereka pura-pura mempertanyakan
kuasaNya. Mereka pura-pura meragukan mujizatNya. Dan ujung-ujungnya sepakat
menyatakan Yesus sebagai perusuh sehingga layak itu dibunuh. Padahal persoalan
sebenarnya, merekalah yang tidak mampu melihat begitu besarnya kasih Allah!
Tidak bisa memahami Allah yang sungguh Pemurah! Sungguh sayang sekali…
Kepada mereka, Tuhan Yesus dengan keras menegur, “Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan
kamu tidak juga percaya kepadanya", (ayat 32). Di sinlah persoalannya
: menyesal dan percaya!
Orang yang tidak menyesal biasanya merasa paling benar. Lha wong tidak
ada yang salah, apa yang disesalkan? Lha wong merekalah yang ‘dipercaya’, apa
lagi yang harus dipercaya? Demikian pemahaman mereka. Tetapi justru mereka
malah menolak kemurahan Allah. Mereka mengabaikan bahwa masih begitu luas ruang
bagi manusia untuk diterima di hadapanNya.
Keyakinan merasa benar sendiri akan membuat kita puas sendiri dan
terhenti sama sekali. Justru di sanalah kita ‘didahului’. Kita menjadi tertinggal
dan menjadi ‘juru kunci’. Tragis, bukan? Itu pun belum cukup, karena tanpa
percaya dan penyesalan, kita bukan hanya lagi terbelakang dan bahkan bisa jadi
kita terhilang. Menyesallah dan percayalah! Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar